Rabu, 24 Maret 2010

Mahasiswa sebagai Agent of Change

Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus.

Harapan besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa, negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional mereka perturutkan. Wakil Ketua Sumbar Intellectual Society (SIS) Musfi Yendra S IP menekankan, berbagai perubahan yang terjadi di belahan dunia ini sebagian besar dicatatkan oleh mahasiswa.
Reformasi sebagai momen penting di Indonesia pun, adalah hasil perjuangan mahasiswa dengan gerakannya. “Alam kebebasan berdemokrasi, tanpa tekanan otoriter sekarang ini adalah buah dari pola-pola gerakan yang dilakukan oleh kaum terdidik yang ingin bangsanya mengalami perubahan,” terangnya.

Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, menurut mahasiswa Program Pascasarjana Unand ini, memiliki beberapa peran penting. Pertama, sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. “Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa. Kongkritnya sebagai penerus tonggak estafet bangsa,” lanjutnya.

Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. “Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan,” tambahnya.

Ketiga, mahasiswa sebagai agent of problem solver. Dimana, mahasiswa harus menjadi generasi yang memberikan solusi dari setiap persolaan yang terjadi dalam lingkungan dan bangsanya sendiri. Dengan berbagai analisa dan kajian-kajian akademik yang dilakukan, semestinya mahasiswa bisa membantu jalan keluar terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh pengambil kebijakan.

Keempat, mahasiswa sebagai agent of control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara. Berpijak dari ungkapan Jo Grimmond, mantan anggota Parlemen Inggris, mahasiswa harus berontak terhadap birokrasi dalam semua bentuk dan sikapnya. “Mahasiswa harus berontak terhadap pikiran yang hanya berpikir dalam rangka organisasi yang dianutnya atau terhadap kelaziman-kelaziman yang telah di-indoktrinasi-kannya,” lanjut Musfi.

Baik terhadap determinisme ekonomi dan teknik, penggunaan pendidikan yang menghasilkan budak-budak bagi suatu teknokrasi yang digerakkan oleh mesin, para profesor yang memberikan sedikit waktu di universitas-universitas di mana katanya mereka harus mengajar.

Konflik Internal, Kekerdilan Jiwa

Peran dan fungsi mulia mahasiswa sering mereka cederai sendiri. Hal ini menunjukkan satu bentuk indikasi kekerdilan jiwa mahasiswa, dengan melakukan konflik internal dalam satu kampus. “Dinamikanya tidak pada hal-hal yang subtansi, seperti tersinggung oleh kata-kata, merasa tidak dihargai oleh junior atau mahasiswa dari fakultas lain. Pemicu lainnya, karena perebutan teman perempuan dan sebagainya. Akibat yang ditimbulkan adalah anarkisme,” terangnya.

Merusak fasilitas kampus dengan membabi buta dan menganggu proses belajar mengajar (PBM) mahasiswa lain, lumrah dilakukan dengan alasan di atas. Terakhir, fenomena di kampus Universitas Negeri Padang (UNP) tanggal 20 September lalu, antara Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Keolahragaan.

Musfi mencatat, tidak seharusnya kampus pencetak calon pendidik itu, berubah mencekam di bulan Ramadhan yang seharusnya penuh kedamaian. Tidak jelas apa yang dipersoalkan, akhirnya diselesaikan dengan cara tawuran seperti preman. “Wajah pendidikan Sumatera Barat tercoreng ulah mereka. Hampir seluruh media cetak dan elektronik nasional menayangkan beritanya. Kita sebagai masyarakat tentu sangat menyayangkan kejadian ini,” lanjutnya.

Untuk itu, menurutnya ke depan mahasiswa mesti mengarahkan energinya kepada hal yang lebih membangun dan kritis. Budaya gerakan massa yang dipunyai oleh mahasiswa sebagai kekuatan, harusnya diarahkan kepada kontrol terhadap kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar