Seiring dengan berkembangnya jaman, perilaku pola hidup sehat mulai ditinggalkan. Tak terkecuali dalam hal makanan, beragam menu baru yang menggugah selera ditawarkan. Padahal, zat yang terkandung didalamnya mungkin berpotensi menimbulkan penyakit, salah satunya adalah alergi.
Alergi atau 'Allon argon' dalam bahasa Yunani, merupakan reaksi kekebalan tubuh yang menyimpang atau berubah dari normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh, mulai dari gangguan pernafasan, kulit hingga mata.
Alergi dikenal sejak tahun 1570, namun seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan, angka kejadian alergi semakin meningkat. Sebenarnya, penyakit alergi bersifat genetik--terutama dari ibu--selain bisa juga disebabkan oleh makanan ataupun lingkungan.
Dalam sebuah uji kulit pada 69 anak asma di Poli alergi-Imunologi bagian IKA FKUI-RSCM ditemukan, bahwa anak mengalami alergi terhadap kepiting (45,31%), udang kecil (37,53%) dan coklat (26,56%). Hal ini tentu saja rentan dan patut diketahui sejak dini.
"Pencegahan sejak dini diperlukan agar di kemudian hari tidak terjadi lagi. Memang ada beberapa kasus di masa kecil, anak tidak mengidap alergi, tapi saat dewasa timbul. Biasanya, saat bayi berusia 1-2 tahun, alergi timbul dari makanan. Mengapa? Karena ketika itu bayi hanya mengasup ASI atau susu formula. Sementara di usia 2-5 tahun, anak bisa alergi akibat lingkungan," ungkap Dr Zakiudin Munasir Sp.A(K), Ketua Divisi Alergi-Imunologi Bag. Ilmu Kesehatan anak FKUI- RSCM, dalam paparannya di workshop "Apakah Alergi Diturunkan Secara Genetik" yang diselenggarakan Nestle Indonesia, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Dr Zakiudin, untuk mengetahui kemungkinan anak alergi, bisa diketahui melalui tes laboratorium. "Ada dua cara untuk mengetahui anak alergi atau tidak, yaitu dengan tes kulit pada anak usia 3 tahun ke atas atau analisa darah pada bayi di bahwa usia 3 tahun. Untuk bayi dalam janin, tidak bisa terdeteksi tapi bisa diketahui dari riwayat orang tua," jelasnya.
Alergi pada anak dapat dicegah sejak dini dengan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan atau lebih, karena ASI mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan bayi, termasuk Protein Hypo Allergenik, DHA, dan Probiotik, serta Kolostrum yang dapat melindungi bayi dari alergi dan infeksi.
Probiotik merupakan salah satu cara yang dapat membantu mengurangi resiko alergi. Probiotik sendiri adalah bakteri hidup yang menguntungkan dan mampu membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan mengurangi resiko alergi.
Dengan nustrisi sempurna yang terkandung di dalamnya, ASI memiliki peranan yang tidak tergantikan dalam hal memberikan fungsi kekebalan tubuh yang melindungi bayi dari berbagai resiko alergi dan infeksi. Namun ada kondisi di mana seorang ibu tidak dapat memberikan asupan ASI maksimal, diantaranya disebabkan oleh adanya pembengkakan dan peradangan pada payudara hingga produksi ASI berkurang.
Kondisi tersebut tentu berpengaruh terhadap rentannya daya tahan tubuh bayi terhadap reaksi alergi, khususnya bagi bayi yang memiliki penyakit alergi karena keturunan. Kasus ini, bisa terselesaikan dengan adanya susu pengganti atau susu formula yang mengandung probiotik.
Sebelumnya, pastikan anak tidak mengalami alergi akibat susu sapi. Jika ya, Anda bisa menggantinya dengan susu yang berasal dari nabati. Nestle Indonesia sendiri memiliki beberapa merek susu yang mengandung probiotik, sehingga anak tidak akan mengalami alergi.
Sekedar informasi, secara umum alergi memiliki gejala umum berupa gatal, bentol maupun bengkak. Jika terjadi serangan, perbanyak minum air putih untuk mengencerkan produksi lendir yang berlebihan. Hindari makanan yang bersumber dari susu, gandum, telur, coklat, kacang, seafood, citrus termasuk jeruk.
Nah, kini mungkin Anda sudah tahu darimana alergi berasal. Saatnya untuk menggali informasi lebih dalam agar anak tak mudah alergi.
Kamis, 29 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar